Rabu, 04 Februari 2015

Lebih Pahit

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Rabu, Februari 04, 2015
We know the sound of two hands clapping. But what is the sound of one hand clapping?” – A Zen Koan

“Saya mau expresso satu, Mbak!”
“Small atau reguler?”
“Reguler. Saya duduk di meja pojok sana ya!”
Saya meninggalkan meja kasir sekaligus tempat pemesanan kopi sembari memainkan handphoneku. Hari itu aku tidak punya jadwal apa-apa. Kebetulan kampus sedang libur dan akhirnya aku memutuskan untuk duduk seharian di coffee shop yang baru buka di kotaku. Tempatnya cozy, tidak terlalu ramai. Mungkin karena masih pagi dan aku datangnya terlalu cepat.
Aku menempati meja paling pojok. Sengaja agar nanti jika pengunjung sudah mulai ramai, aku tetap mendapati ketenanganku di sini. Sekilas, kuperhatikan desain-desain ruangan tersebut. Ada banyak pajangan yang menempati dinding-dindingnya. Bukan lukisan seperti umumnya yang dipajang, melainkan penggalan-penggalan quotes yang bersifat menyemangati para pengunjung yang datang. Ah, hari ini, orang-orang lebih termotivasi dengan quote dibanding keadaan dan orang sekitarnya. Aku sendiri tipikal orang yang tidak terlalu menuhankan quote . Suka baca tetapi tidak juga menjadikannya sebagai sesuatu yang spesial.
Expressonya, Mba! Silahkan menikmati!” Tiba-tiba suara itu membuyarkan pikiranku. Ternyata, pesananku sudah datang. Perlahan, kusesap expressoku, menikmati setiap teguk demi teguk. Sudah berapa lama tidak ngopi? Sebulan...dua bulan...ah sepertinya memang sudah lama dan pilihanku untuk ngopi pada hari itu tidak keliru.
Hening.
Sunyi.
Aku suka suasananya. Seperti sedang berada di .....aku mencoba mengingat-ingat tempat tersepi yang pernah kudatangi tetapi tiba-tiba, grasak-grusuk seorang lelaki yang memasuki coffee shop membuatku menoleh. Ia mengenakan t-shirt Polo dan celana kargo. Di bahunya tersampir tas ransel dengan tulisan National Geographic yang cukup besar. Aku memperhatikan wajahnya, bentuk tubuhnya, dan juga stylenya. Kuperkirakan umurnya empat tahun lebih tua dariku.
Lelaki itu menempati meja di seberang mejaku. Ia membuka ranselnya dan mengeluarkan laptop serta kameranya serta meletakkan handphonenya tidak jauh dari kameranya. “Anak gadget rupanya,”  timpalku dalam hati. Setelah menaruh barang-barangnya di atas meja, ia bergegas memesan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang akan dipesannya, toh tidak penting juga. Kami tidak pernah bertemu sebelumnya dan ia bukan temanku.
Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela. Tampak jalanan di depan coffee shop mulai padat. Maklum, hari ini weekend dan orang berlomba-lomba memanfaatkan waktu weekendnya mungkin untuk sekedar berjalan-jalan dengan orang-orang terdekatnya.  Bosan memandangi jalan raya, mataku kembali berputar, mencari objek menarik untuk diperhatikan. Tetapi, mengapa mataku harus berhenti di meja seberang? Tempat lelaki yang baru datang tadi.
Ia ada di sana, memandangi layar laptopnya dengan wajah yang lumayan serius. Sebelah tangannya memegangi cangkir kopi. Diam-diam kuperhatikan wajahnya, garis-garis muka yang terlihat begitu serius memberi kesan tersendiri saat aku mencuri-curi pandang, hidungnya yang mancung, bibir dengan bentuk yang pas, tidak terlalu tebal tapi juga tidak tipis. Dan sepasang mata berwarna coklat yang bening. Kalau boleh jujur, aku paling menyukai bagian matanya. Seksi. Iya, aku selalu suka dengan orang yang memiliki sepasang mata berwarna coklat dan belo. Meneduhkan seperti  berada di sebuah taman yang penuh dengan bunga-bunga bermekaran. Menentramkan seperti pelukan ibu di rumah.
Tiba-tiba, lelaki yang kupandangi itu, menoleh kepadaku. Terang saja, aku gelagapan. Aku lekas meraih cangkir kopiku lalu kuteguk pelan. Seolah-olah yang tadi adalah sebuah ketidaksengajaan. Dari ekor mataku, aku tahu ia cukup lama ia menoleh ke arahku, mungkin menerka-nerka mengapa aku tadi memandanginya dari sini. Dan setelah yakin bahwa ia sudah tak melihatku, aku menaruh cangkir kembali di atas meja.  Hampir saja.
Namun, harus kuakui bahwa ketidaksengajaan yang kulakukan kali ini adalah hal yang kunikmati dan membuatku mengulanginya berulang-ulang kali. Seperti tidak puas setelah tadi cukup lama memperhatikan wajahnya, kali ini aku memperhatikan kedua lengannya. Lengan yang besar  dibalut dengan kulit berwarna sawo matang membuatku menerka-nerka, seperti apa rasanya dipeluk oleh lengan yang seperti itu? Ah aku mulai meracau tidak jelas. Mana mungkin aku memikirkan hal seperti itu, aku sepertinya terlalu banyak nonton ftv.
Lalu, kudengar derit pintu coffee shop kembali. Seorang perempuan sebayaku masuk ke dalam coffee shop. Kuperhatikan perempuan itu, ia sama sepertiku, mengenakan jilbab dan juga berkacamata. Hanya saja bentuk tubuhnya sedikit lebih kecil dariku. Tingginya pun mungkin kira-kira hanya sebatas bahuku. Ia mengenakan baju kaos berwarna putih lalu dibungkus dengan cardigan fringe bermotif bunga. Manis. Warna jilbabnya senada dengan cardigan yang ia kenakan. Tapi tunggu dulu, perempuan itu melangkah ke meja seberang, tempat lelaki bermata cokelat itu duduk. Dan tanpa ragu, perempuan itu meletakkan tangannya di atas tangan lelaki itu sembari tersenyum simpul. Lelaki itu kemudian kulihat membalas senyumannya dan menarik kursi untuk perempuan itu duduk di sampingnya. Mereka tampak begitu akrab satu sama lain. Mataku tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah meja mereka, mencoba mencuri dengar percakapan-percakapan kecil yang menimbulkan gelak tawa sederhana.
“Happy anniversary ya. Tahun ketiga kan?”
“Happy anniversary juga. Iya, tahun ketiga kita sama-sama. Semoga selalu seperti itu!”

Percakapan itu mampir begitu saja di telingaku. Aku berharap semoga telingaku sedang tidak berfungsi dengan baik sewaktu mendengar hal tersebut. Namun, setelah mendengar lebih jauh, aku tahu bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Dan tiba-tiba, lelaki itu mengelus pelan kepala perempuan yang dibalut jilbab berwarna merah muda. Bersamaan dengan itu, aku beranjak meninggalkan mejaku. Menyisakan expresso yang masih setengah cangkir. Aku tidak menghabiskannya sebab aku tahu, rasanya akan lebih pahit daripada ampas yang ada di dasar cangkir. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ratu Faradhibah Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei