Pagi
ini saya terbangun dengan perasaan yang biasa saja. Tidak sedih pun tidak juga
gembira. Kutinggalkan tempat tidur yang sepreinya telah lusuh bekas tidurku
semalam. Kucepol rambut yang semakin hari tampaknya semakin panjang. Dan
setelah itu, kupinggirkan langkahku ke tepi jendela kamar.
Tidak
ada apa-apa. Biasa saja, hanya ada sinar matahari yang membaui embun di setiap
helai daun-daun hijau. Hanya ada rumput yang bergoyang karena disapa oleh desir
angin. Seperti wajah seorang gadis yang tersipu malu karena baru saja bertemu
dengan kekasihnya.
Tiba-tiba
saja saya melamun, ada sesuatu yang melintas begitu cepat di dalam pikiran
saya. Iya, tentang napas yang masih memburu, tentang detak dan debar jantung
yang masih normal adanya. Kepada siapa saya harus berterima kasih atas semua
ini? Tak ada jawaban yang lebih tepat selain kepada Tuhan di Atas sana.
Tuhan,
bagi saya entah mengapa lebih dari sekedar menulis kata-kata cinta yang
picisan.
Saya
kehilangan kata saat berbicara tentang Tuhan. Saya kehilangan teluh dalam
menciptakan kalimat demi kalimat. Padahal, biasanya saya tidak perlu waktu lama
untuk menghasilkan beberapa kalimat sederhana yang akan diposting di blog milik saya.
Kepada
Tuhan, tidak jarang saya berprasangka buruk kepada-Nya. Terkadang saya memaki,
saya bawel, dan paling sering, saya memarahi. Tapi, dibalik itu semua, tak
jarang pula saya menangis tersedu-sedu di hadapannya.
Kamu
tahu rasanya menangis tersedu-sedu di hadapan Tuhanmu? Rasanya tidak seperti
menangis di hadapan banyak orang. Kamu tidak perlu menyiapkan kantong malu pun kamu
juga tidak perlu menyiapkan rasa segan. Cukup menangis saja. Menangis di
hadapan Tuhan rasanya begitu nyaman. Setelah lelah menangis, Tuhan akan
memelukmu. Membelai rambutmu dengan lembut. Indah bukan?
Kata
ibuku, jangan bersimpuh di hadapan Tuhan hanya ketika kamu tersandung banyak
masalah. Karena itu membuktikan ketidak profesionalan kamu sebagai seorang
makhluk. Itu membuktikan bahwa kamu tidak pandai mensyukuri segala hal yang
dihadiahkan Tuhan kepadamu. Meskipun yang dihadiahkan itu termasuk sebuah
masalah yang terkadang membuatmu seperti ingin berlari saja, meninggalkan ia
jauh di belakangmu.
Tetapi
apalah saya ini yang masih lebih banyak lupa dibanding ingatnya. Terkadang saya
lebih banyak mengingat Tuhan ketika sedang dirundung masalah, tapi hampir lupa
saat sedang dipeluk kebahagiaan. Maafkan ya Tuhan!
Hari
ini, pagi ini, saya berjalan di sekitar rumah. Saya melihat anak-anak yang
berangkat ke sekolah, ibu-ibu yang menenteng keranjang belanjaannya menuju
pasar, dan masih banyak pemandangan yang cukup membuat saya bersyukur tiada
henti. Bahwa hingga hari ini, saya masih memiliki kesempatan untuk menyaksikan
hal seperti ini. Pemandangan yang membuat saya kembali tersadar bahwa Tuhan
selalu ada di setiap detail kehidupan.
Ah Tuhan menyayangi saya, apa pun
kondisi saya. Tidak sekalipun Dia marah lantas lupa memberi saya kebahagiaan.
Saya bersyukur, selalu bersyukur. Tidak perlu kata-kata manis untuk bersyukur,
tidak perlu puitis untuk menuliskan kalimat syukur kepadaNya. Cukup dengan
tersenyum menghadapi hari, itu berarti kita telah bersyukur kepadaNya J