Sabtu, 07 Mei 2016

AADC 2 dan Kesalahan yang Menyebabkan Kehilangan

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Sabtu, Mei 07, 2016 0 komentar


Kamis kemarin akhirnya saya berhasil menjadi salah satu orang yang merayakan euphoria film Ada Apa Dengan Cinta 2 yang legendaris itu. Berangkat dari rumah menuju bioskop, saya tidak terlalu memikirkan jalan cerita dari film ini sebenarnya. Lebih dari itu saya memikirkan kita; kamu dan saya. Entah, saya tidak tahu kenapa berbulan-bulan setelah perpisahan itu saya masih saja menyimpan kamu dengan rapi tidak hanya di otak tapi juga di dalam hati.
Sesampainya di bioskop dan bersabar dalam antrian kurang lebih 30 menit, saya dan teman-teman pun mendapatkan tiket menonton film Ada Apa Dengan Cinta 2 pas untuk pemutaran jam pertama. Yey! Akhirnya, saya berempat memasuki studio dan lekas mencari seat kami masing-masing. Tidak terlalu jauh dari layar pun tidak terlalu dekat. Setidaknya jaraknya cukup untuk memelototi wajah dingin Rangga atau sekedar melihat air mata Cinta yang terperangkap masa lalu.
Sebelum filmnya dimulai, saya sempat meminta beberapa lembar tissue milik teman di sebelah saya. Bukan karena ingin menangis, tapi saya sedang flu. Hahaha. Lima menit pertama saat film mulai diputar, saya menikmatinya dengan tenang, meskipun kadang diselingi olokan iseng dari teman di sebelah saya. Hingga memasuki bagian di mana Cinta dan ketiga sahabatnya memutuskan untuk berlibur ke Jogja, saya mulai berharap-harap cemas memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Iya, saya orangnya tetap seperti itu sayang, masih suka ‘tegang’. Dan tibalah pada bagian saat Cinta tahu kalau Rangga juga sedang berada di Jogja, di kota yang sama dengannya setelah diberitahu oleh Karmen, sahabatnya, saya mulai serius memperhatikan setiap detil dari percakapan dalam film ini.
“Buat apa ketemu lagi? Rangga itu udah kayak arsip di hidup gue. Udah gak perlu lagi dibuka.”
Hmm udah jadi arsip tapi itu berarti masih disimpan, kan?”
Percakapan itu terjadi antara Cinta dan sahabat-sahabatnya. Ketika saya mendengarnya, saya sempat tersenyum kecut, antara menertawakan kalimatnya dan juga mengiyakan dalam hati. Sesuatu yang kadang kita pikir telah kita buang jauh-jauh ternyata masih kita ingat jauh lebih baik dari sebelumnya. Seperti itu kan? Buktinya saja yang terjadi pada Cinta, ia selalu bersikeras bahwa tidak ada lagi yang perlu diselesaikan antara dirinya dan Rangga sebab menurutnya hal itu sudah berlalu, semuanya tidak lagi punya arti. Tapi who knows tentang apa yang terjadi selanjutnya.
Dan pada akhirnya, Rangga muncul di hadapan Cinta setelah kurang lebih sembilan tahun lamanya mereka berpisah. Jangan tanyakan bagaimana raut wajah Cinta ketika pertama kali melihat Rangga tepat di depan matanya. Tatapan mata yang penuh luka, benci, dan kecewa tapi juga menyiratkan masih ada rindu yang tertata rapi untuk lelaki itu. Detak jantung yang kecepatannya seolah-olah tak ingin kalah saing dari detik jarum jam yang terus berputar, membungkus momen pertemuan mereka. Semua itu menjadi saksi pertemuan bagi dua orang yang pernah saling membingkai perasaan satu sama lain.
Cinta yang masih tidak bisa menahan kemarahan akibat sakit hati yang diciptakan Rangga baginya membuat malam itu seketika porak-poranda. Cinta berlari meninggalkan Rangga yang masih mematung setelah mendengar pertanyaan Cinta, “Untuk apa kamu ke sini?”
Cinta menaruh perasaan kecewa luar biasa, ingatannya kembali pada saat Rangga memutuskannya secara sepihak yang tidak sekalipun memberikan Cinta kesempatan untuk bertanya lebih jelas alasan dari keputusan Rangga yang dinilainya sebagai sebuah keputusan yang lahir dari seorang ‘pecundang’ macam Rangga. Tangisnya pecah hingga kalimatnya yang tak terkontrol pun melukai hati sahabatnya sendiri, Karmen.
Dalam film ini, Rangga benar-benar melakukan kesalahan yang mengakibatkan ia harus kehilangan Cinta. Padahal ia tahu bahwa dirinya selalu menginginkan sosok Cinta dalam hidupnya. Hingga pada saat ia datang kembali, ingin memperbaiki semua yang telah ia kacaukan, Cinta telah memiliki hidupnya sendiri bersama orang yang baru.
Tetapi, cinta tetaplah cinta. Sekuat-kuat kau membencinya, hatimu masih akan selalu punya ruang untuknya, entah untuk sekedar mengetahui kabarnya atau bahkan untuk memaafkan apa yang telah ia lakukan padamu. Cinta tetaplah cinta, sekeras apa pun kau menyangkalinya, hatimu masih akan selalu menyimpan segala sesuatu tentangnya, mulai dari hal sekecil apa pun itu hingga hal yang paling membuatmu terkesan padanya.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan banyak menceritakan kisah rumit antara Cinta dan Rangga. Saya tahu kalau saya tetap melakukannya, tulisan saya ini bisa dituding sebagai sebuah spoiler. Dan itu yang harus saya hindari. Saya hanya menceritakan beberapa bagian yang sebenarnya membuat saya merasa seperti tertohok. Rasanya seperti ada pisau yang menancap begitu dalam di hati saya terlebih di bagian saat puisi dari kak Aan dibacakan oleh Rangga, “Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Jika ada seseorang terlanjur menyentuh inti jantungmu, mereka yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan.”
Kamu boleh menanyakan apa yang terjadi saat puisi itu terdengar. Saya harus membuang perasaan gengsi dan membiarkan air mata mengalir deras. Saya menangis, saya berhasil dibuat menangis oleh kutipan puisi kak Aan. Ingatan saya tiba-tiba terkunci oleh kamu. Kamu yang beberapa bulan belakangan ini masih enggan tersisihkan oleh siapa pun. Dan saya sadar bahwa apa yang saya lakukan ke kamu itu seperti apa yang dikatakan Cinta kepada Rangga; Jahat.
Mari kita telisik hal apa yang membuat saya tidak merasa jahat saat saya melepas kamu begitu saja hanya karena ayah tidak setuju soal kita. Saya tidak mengusahakan kamu, itu benar. Saya tidak memperjuangkan kamu, itu juga benar. Dan parahnya lagi, saya baru menyadari hal itu saat semuanya terlanjur terjadi. Saat mungkin kamu mulai ikhlas menerima keputusan saya dan memutuskan untuk membatukan hatimu dari segala pikiran tentang saya. Saya paham hal itu dan saya tidak punya kuasa apa pun untuk marah karena saya tahu, kamu sudah cukup memperjuangkan saya di saat saya sendiri tidak bisa melakukan apa yang seharusnya saya lakukan untuk kamu.
Tetapi, ada hal yang harus kamu ketahui sayang bahwa hidup ibarat lautan yang tidak pernah kita ketahui di mana ujungnya secara pasti. Oleh karena itu, dulu, saya suka sekali senyummu. Tidak sekedar suka tapi juga saya butuh senyum itu untuk dapat menegakkan layar yang akan membantu kapalku menuju lautan lepas. Jadi bisa kamu bayangkan bagaimana payahnya saya saat jauh dari matamu.
Kamu perlu tahu, tiga tahun yang kita lewati tidak pernah mudah menghilangkan kamu dari segala sesuatu yang mengingatkan saya kepadamu. Entah itu aroma parfum milikmu, makanan kesukaanmu, klub bola favoritmu dan bahkan lagu-lagu kesukaanmu juga kebiasaan kita yang penuh rasa sayang. Kamu adalah apa yang sebenarnya selalu dituju oleh baris-baris doaku, pastinya setelah ayah dan ibu.
Saya tahu ada banyak yang berubah, ada banyak yang berevolusi. Namun tidak dengan kenyataan. Kenyataan terlalu kaku untuk mengubah caranya menyadarkanku dengan tamparan. Kehilanganmu tidaklah pernah menjadi hal yang mudah. Oleh karena itu sengaja kucuri banyak metafora agar setidaknya sedihku pun bisa kamu nikmati.
Hingga hari ini, hari ke-58 di mana soreku kehilangan kamu. Bukan lagi saya yang menghangatkan diri pada lingkar lenganmu. Bukan lagi saya yang menari-nari di sela jemarimu yang fasih menjanjikan keamanan bagiku setiap berada di sampingmu. Bukan lagi denganku kamu menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana ujian di kampus yang sudah kamu lewati, tentang bagaimana rencana kamu selanjutnya setelah lulus sebagai taruna muda. Bukan lagi denganku kamu berbagi tentang apa saja yang membuat harimu berat dan sebaliknya. Saya juga kamu banyak kehilangan. Tapi tenang, kamu tidak perlu repot-repot menanyakan soal kerinduanku untuk siapa. Kamu selalu menjadi orang yang paling tahu soal itu. Sebab kerinduanku padamu ibarat adzan subuh yang selalu berkumandang, membangunkanku tiap pagi.
Mungkin saat membaca tulisan ini, kamu bertanya untuk apa saya menulisnya. Sungguh, saya tidak punya maksud apa-apa dengan tulisan ini. Saya mengerti, kamu tahu kalau saya dari dulu pun senang menulis. Entah itu tentang kamu, tentang kita atau tentang apa saja yang ingin saya tulis. Dan saya menulis ini tidak lebih dari luapan rasa takut tentang penyesalan yang mungkin nantinya hadir di belakang hari, lalu setelah ingin memperbaiki semuanya, saya tidak lagi bisa sebab kamu mungkin sudah terlalu jauh di depan sana. Setidaknya saya bisa lebih jujur dalam menulis, mengungkapkan semua yang masih saya simpan sendiri hingga saat ini.
Semoga kamu selalu bahagia…..



Ps: Saya tidak ingin membuat perasaan saya terhadap kamu menjadi hina dengan tulisan ini yang mungkin kamu kira bisa membuat kamu luluh hingga memutuskan untuk memperbaiki lagi semuanya dari awal. Tidak sekalipun. Saya hanya menyampaikan apa yang harusnya kamu tahu, saya sayang kamu dan tidak berubah sedikit pun meski kamu sudah memutuskan untuk tidak memulai lagi dengan saya 


Sabtu, 16 April 2016

Benarkah Kita, Cinta?

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Sabtu, April 16, 2016 0 komentar
Kata seorang penulis terkenal yang selalu kukagumi, cinta itu benar adanya. Sebenar dua dikalikan dua adalah empat. Sebenar matahari yang selalu ingat di mana ia harus terbit juga tenggelam. Sebenar cinta Romeo yang dikatakannya sejati pada Juliet.

Awalnya saya tidak pernah mengingkari hal tersebut. Cinta kita sayang adalah benar adanya. Kamu mencintaiku dan tidak perlu kamu tanyakan hal itu kembali padaku, sebab saya tahu cintaku tak pernah kalah besar dari milikmu. Tetapi, selepas tiga tahun kemarin pernahkah sekalipun kita menanyakan diri kita masing-masing, bahwa cukup benarkah cara kita mencintai satu sama lain? Cukup benarkah kata cinta pun sayang yang selalu kita lontarkan hingga  pada akhirnya membuat kita berdua lupa arti dari kata tersebut? Kita tidak benar, Sayang. Tidak, saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Saya tidak ingin menjadi egois dalam hal ini. Hubungan kita terdiri dari kamu dan saya, dan itu berarti kalaupun hubungan kita tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, (mungkin) letak kesalahannya ada pada kita berdua.

Saat pernyataan cintamu yang pertama kali, pada detik saya menganggukkan kepala atas pernyataanmu, saya telah (terlalu) yakin bahwa kepadamulah semuanya bisa kuandalkan.  Saya meyakini kamulah lelaki kuat yang akan selalu mampu menahan hantaman-hantaman demi melindungi saya dan juga kita. Maka pada saat percik-percik api mulai terlontar dari mulut orang orang sekitar, saya yakin saya bisa mengabaikannya karena saya punya kamu, kamu yang bisa menjaga hati saya agar tidak banyak terisi oleh prasangka-prasangka yang belum benar adanya. Kamu menjaga hati saya agar tidak hangus dilahap amarah. Tetapi sayang seribu sayang, ibu selalu benar bahwa menjatuhkan harapan terlalu besar tidak akan memberikan kita apa-apa kecuali rasa sakit yang juga luar biasa besarnya. Bahwa terkadang yang lihai menyakiti ialah ia yang terlalu mencintai kita sendiri. Tak lama setelah kebahagiaan kamu hadiahkan, perlahan harapan itu luntur satu per satu. Saya tidak tahu itu karena saya yang tidak becus menjaga perasaan atau kepercayaan atau karena kamu yang memang sengaja menghilangkan kesan indah yang kamu ciptakan di hari pertama kita memutuskan untuk saling beriringan sembari menggenggam satu sama lain. Saya tidak akan pernah tahu begitu juga dengan kamu.

Kita bertahan tanpa pernah menanyakan bahwa cinta kah yang membuat kita bertahan atau hanya perasaan takut kehilangan sajakah? Kita bertahan dengan kamu yang ternyata lebih suka menghitung detik daripada detak, sehingga kadang acap kali saya bertanya pada diri sendiri, “Yang kamu buru  saya atau waktu?” tetapi saya tetap diam demi bisa memperhatikanmu meski terkadang, lebih sering kamu menganggap diamku sebagai tanda saya sedang menghilang darimu. Tidak apa, saya tetap tersenyum. Saya tetap cinta kamu. Lalu saya tetap diam karena saya tahu kamu lebih suka didengarkan. Dan untuk bisa mendengarkanmu, saya harus mencipta keheningan. Saya berhati-hati melontarkan kata, saya hitung kata demi kata yang terlontar agar saya tidak kehilangan fokus lalu mengecewakanmu, sebab mengecewakanmu dulu adalah sebuah pantangan. Tetapi lagi-lagi kamu menganggap itu semua tidak lebih dari saya yang katamu sebenarnya tidak memperdulikanmu. Dan kamu tahu? Saya tetap tersenyum. Saya tetap mencintaimu seperti saat pertama kita merayakan euforia  perasaan kita, tak takut apa pun, tak akan menyerah terhadap apapun, katamu.

Dan saat kamu berubah, mengajariku terbiasa tanpa kabarmu, mendikte kangenku hanya dengan kalimat, “sabar ya”, saya tetap di hatimu, saya tetap menjadi orang yang paling cemas saat kamu mengabarkan bahwa kamu sedang sakit dan saya tetap menjadi orang yang paling sering memelukmu diam-diam dalam doa panjangku. Semua itu kulakukan hanya karena saya tahu, hati dan pikiran saya masih menginginkan kamu. Bahwa peluhmu masih ada untuk kuusap, begitu juga letihmu ada serupa tenaga untuk menopangku lebih kuat lagi.


Namun, hari ini selepas kita bersepakat menjadi asing satu sama lain, pernahkah kita mencoba kembali bertanya, benarkah kita, Cinta? 

Jumat, 08 Januari 2016

Kita yang (Tak) Pernah Saling Melepaskan

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Jumat, Januari 08, 2016 0 komentar
Beberapa bulan setelah memilih jatuh cinta kepadamu lagi, ada satu hal yang kusadari bahwa kita serupa angka satu yang diam-diam saling memilih untuk berubah menjadi dua dengan cara bersama. Bahwa kemarin, ketika kita saling berjauhan, ada satu hal yang pasti bahwa soal perasaan, manusia hanyalah objeknya dan kehilangan adalah pelengkap. Setelah kehilangan mendera, perlahan kuketahui bahwa kita tak pernah benar-benar saling melepaskan. Kita hanya segelintir orang yang menjadikan kehilangan sementara sebagai tempat untuk menemukan apa yang selama ini tidak kita miliki dalam hubungan kita.

Rindu hari itu mungkin tak ubahnya seperti rumus penggugat sepi. Menuntut hadirmu lagi yang belakangan kusadari adanya bahwa denganmu, bahagia adalah apa yang kita putuskan untuk jalani, tanpa paksaan, tanpa dibuat-buat. Bahwa denganmu, dihargai adalah ketika jemarimu bertaut rapat dengan jemariku seolah-olah ingin menegaskan bahwa kamu tak pernah hilang saat dunia menyudutkanku dengan segenap masalah yang ada.

Dan semenjak hari itu, kubiarkan hati memilih yang mana yang pantas diajak bercengkrama hingga hari tua tiba. Berdua denganmu memilih menyingkirkan kerikil-kerikil tajam yang tak pernah ada habisnya yang akan terus menghalangi laju kita. Namun tak ada lagi ragu, sebab aku tahu lenganmu adalah sumber kekuatanku. Lenganmu sepaket dengan pelukanmu yang menggantikan kegetiran menjadi sebuah keyakinan bahwa bersama, cinta tak akan ada ujungnya.

Di sisi lain, cinta butuh kepercayaan yang besar hingga mungkin mampu meyakinkanmu bahwa bagi kita, jarak memang tak pantas menjadi pihak ketiga diantara kita. Oleh karena itu kutulis catatan ini sepintas saat sesal menghujam, menyentakkan kesadaranku bahwa harusnya cinta tak pernah mengenal lelah, jenuh, dan sebagainya.

Sayang, percayalah, masalah itu akan selalu ada sampai nanti ketika rumahku yang sesungguhnya bukan lagi hanya ayah dan ibu, tapi juga ada kamu yang membutuhkanku untuk memasakkan makanan kesukaanmu atau sekedar menyiapkan pakaian kerjamu. Tetapi, lagi-lagi harus kukatakan bahwa semoga kita akan terus menyatu karena hanya kamu yang membuat hari-hariku begitu menyita. Semoga kita akan terus saling beriringan karena hanya kamu yang bisa memberitahu jalan mana yang harus kupilih di antara beberapa jalan yang mungkin punya seribu ranjau berbahaya.


Setelah ini, tak dapat kupungkiri bahwa kamu akan kembali pergi. Namun ada keyakinan yang terselip bahwa setelah kejadian kemarin, kita bisa lebih kuat. Pergilah, bagai uap yang nantinya akan kembali berupa hujan. Sirami rindu dengan air mata haru bukan dengan air mata kekesalan atau air mata kejenuhan. Pupuklah rindu di hati yang akan menuntun kita menuju masa depan yang selalu kita inginkan bukan hanya angankan. Percayalah, sekuat-kuat hati mencari, ia akan selalu pulang ke rumah yang mampu berdiri sendiri. 

Kamis, 22 Oktober 2015

Bagiku, Dimaafkan Tak Pernah Sehangat Ini

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Kamis, Oktober 22, 2015 0 komentar
“Tak ada manusia yang sanggup mencintaimu selamanya. Temukan saja dia yang bersedia memaafkanmu sampai akhir.”-Falafu

Kesalahan berulang kali lahir dari makhluk yang kita sebut manusia. Saya pernah iseng-iseng menghitung berapa kali saya melakukan kesalahan dalam sehari dan jawabannya fantastis. Dalam sehari, saya bisa saja melakukan empat sampai lima kali kesalahan dalam waktu yang tidak juga berjarak terlalu lama. Dari situ saya bertanya lagi, “Adakah seseorang yang dalam sehari saja hanya melakukan sekali kesalahan? Atau bahkan mengaku tak pernah melakukan kesalahan dalam sehari?” Saya rasa yang seperti itu nihil. Entah itu disengaja atau tidak, kesalahan memang anak dari seorang manusia. Di mana pun dan kapan pun, kesalahan tak pernah sekalipun meninggalkan kita. Hanya saja kadang kita tidak sadar kalau yang kita lakukan itu adalah sebuah kesalahan yang mungkin saja bisa membuat orang lain yang berada di sekitar kita menjadi terusik, terganggu, atau bahkan bisa saja marah terhadap kita.
Lalu, saya kembali bertanya, “Dengan kesalahan yang tidak terbilang sedikit, adakah yang mampu menerima saya dan semua kesalahan-kesalahan itu?” Bukan. Bukan dia yang hari ini bisa menerima kesalahan saya lalu ketika keesokan hari saya secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang lain , ia justru telah merasa lelah menerima saya dengan kesalahan baru saya. Maksud saya, adakah yang bisa secara terus menerus merasa bahwa memaafkan saya adalah kewajibannya karena ia percaya bahwa saya, yang sedang bersamanya adalah manusia biasa yang memang pada fitrahnya selalu berbarengan dengan sebuah kesalahan.
Saya cerewet, dan mungkin saja ia bisa menjadi risih atau muak dengan semua cerita saya. Itu kesalahan pertama.
Saya ceroboh, dan mungkin saja ia bisa menjadi panik dengan kecerobohanku. Itu kesalahan kedua.
Saya cengeng, dan mungkin saja ia bisa lelah menghadapi saya yang terlalu sensitif dan terlalu mudah mengeluarkan air mata. Itu kesalahan ketiga. Dan masih banyak sifat-sifat lain yang bisa saja menjadi penyebab dari lahirnya kesalahan-kesalahan saya setiap harinya. Jelas karena itu, saya membutuhkan ia yang bersedia memaafkan semuanya sampai akhir. Sebab, saya tahu, jika memaafkan saya saja ia selalu punya hati yang lapang, apalagi dengan hal mencintai. Ia mungkin bisa saja menyerahkan seluruh hatinya untuk saya. Tetapi, kembali lagi yang pernah dikatakan oleh kak Fara bahwa di dunia ini tak ada yang bisa mencintai selamanya, dan itu benar. Cukup temui ia yang berani memelukmu dengan semua kesalahanmu dan yang mencintaimu tanpa takut bahwa kamu bisa saja melukai perasaannya dengan kesalahanmu. Temui ia yang berbesar hati menerima kesalahanmu, memaafkanmu, dan pelan-pelan mengajarkanmu bahwa kesalahanmu adalah cela di mana ia bisa belajar mencintaimu lebih baik lagi.

Jadi, kamu bersedia memaafkan saya? (ngarep)

Rabu, 21 Oktober 2015

Kita Seajaib Ini....

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Rabu, Oktober 21, 2015 0 komentar
Pernah, dalam satu bagian di kehidupan, saya merasa kosong. Tiba-tiba, ada yang datang melegakan yang sesak, menenangkan yang penuh cemas, dan memeluk saat saya merasa sendiri. Tiba-tiba, kamu datang. Tanpa ba-bi-bu, tanpa permisi, tanpa canggung mulai membuat saya berpikir ulang tentang apa yang sudah saya jalani bersamanya selama ini. Kita berdua benar-benar tahu bahwa untuk berjalan bersama tidaklah pernah mudah. 
Kita tahu bahwa akan ada banyak tantangan yang menunggu kita, mencoba mematahkan kata-kata yang kita sebut janji, kesepakatan, komitmen, apapun itu namanya. Tetapi hidup memang selalu perihal mencoba, kan? Untuk tahu suatu hal ya cuma ada satu jalan; mencoba.
Berjalan denganku tidak mudah, menghadapi saya dengan sifat yang kebanyakan masih diisi dengan penuh rasa kekanak-kanakan. Inginku yang berubah-ubah dan emosi yang sewaktu-waktu bisa saja berada di luar ‘jalur’. Tetapi saya bersyukur terhadap apa yang kita lewati ternyata kamu masih sanggup menundukkan sifat kekanak-kanakanku juga mengusir rasa egois yang selama ini saya punya. Tidak sekalipun kamu marah lebih dari 24 jam. Tidak juga kamu pernah mendiamiku lebih dari sejam. Padahal saya tahu, kadang-kadang yang saya lakukan sudah sepantasnya menuai marahmu. Tapi lagi-lagi kesabaranmu berhasil membuat saya lebih menyayangimu lebih dari hari ini.
Berjalan denganmu juga tidak pernah lebih mudah, Sayang. Sewaktu-waktu kesabaranku harus berhadapan dengan besarnya ego. Keinginan untuk berpikir yang ‘tidak-tidak’ pun masih harus membuat saya lebih banyak belajar berpikir positif. Tetapi ternyata dengan begitu, mengajarkan saya bahwa hidup tak pernah menuntut kesempurnaan, melainkan penerimaan dari kita masing-masing. Sebesar apapun kekuranganmu, itu sudah menjadi kewajibanku untuk menerimanya. Bukannya malah menuntutmu agar menghilangkan kekurangan itu dan menggantinya dengan apa yang saya mau. Sebanyak apapun kekuranganmu, sudah menjadi tugasku untuk membuatmu merasa bahwa apa yang menjadi kurangmu itu ternyata bisa membuatmu dicintai seperti ini. Semoga kamu juga berpikiran seperti itu. Karena cinta yang baik selalu punya cara agar kamu merasa dibutuhkan dan dipercaya. 
Sewaktu-waktu kamu merasa perlu sendiri, kamu boleh pergi, berjalan jauhlah tanpa pernah lupa bahwa hati yang kuat selalu merasa perlu pulang ke ‘tempat’nya.

Minggu, 27 September 2015

Perihal Pantas atau Tidak Pantas........

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Minggu, September 27, 2015 0 komentar
“This is our time, forget the past
It’s our time we could make it last”—“Our Time,”-Secondhand Serenade

Semua orang berhak memiliki masa lalu, tidak peduli seindah atau sekelam apa pun itu. Tapi semua orang juga berhak memiliki rasa ingin mengubah masa lalu mereka. Hal ini yang sering menjadi bahan yang diperdebatkan oleh orang banyak; pantas atau tidaknya orang dengan masa lalu yang paling buruk sekalipun mendapatkan kesempatan emas dari kita; orang dengan masa lalu yang biasa biasa saja.
Awalnya saya seperti orang kebanyakan yang tidak setuju kalau orang dengan masa lalu buruknya itu mendapatkan kesempatan emas dari orang yang menurut saya hampir sempurna, maksudnya catatan masa lalunya ya biasa-biasa saja. Jelas saja itu tidak akan pernah adil, kan? Tetapi, makin ke sini dengan umur yang tentunya lebih menuntun ke arah yang lebih dewasa, saya sadar bahwa semua orang punya kesempatan, yang ada kadang hanyalah mereka yang tidak ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk benar benar memberikan sisi terbaik yang mereka punya.
Seorang teman laki-laki pernah mengatakan suatu hal pada saya, singkatnya seperti ini, “Percaya deh, se-brengsek apa pun orang itu, akan ada waktu di mana dia merasa ingin menata hidup lebih serius dengan orang yang benar-benar paling baik menurutnya. Dan kalau saat itu sudah tiba, preman pasar akan berubah menjadi tipe calon pasangan idaman. Hahahaha.”
Dari situ, saya semakin sadar kalau perubahan itu memang benar adanya. Tidak peduli dengan siapa ia berhadapan, mau itu dengan orang yang paling nakal sekalipun atau yaa dengan orang yang paling jahat menurut kita. Dan masa lalu bukanlah sebuah hal yang seharusnya menjadi penghalang bagi orang yang ingin berubah untuk mendapatkan partner yang akan membantunya berubah sedikit demi sedikit.
Tapi bagaimana kalau perubahan atau perkataannya itu bersifat sementara?
Ini yang menjadi masalah selanjutnya. Tetapi lama kelamaan saya berpikir bahwa manusia memang hobi hidup dengan prasangka prasangka yang kebenarannya belum bisa dipastikan. Untuk apa memikirkan hal yang belum tentu terjadi? Untuk apa menyibukkan diri melahirkan pikiran negative pada seseorang hanya karena kita tahu bahwa orang itu dulunya seperti apa, misalnya dia nakal, dia suka bohong dsb. Kalau pun memang di kemudian hari orang itu kembali melakukan hal-hal yang sudah seharusnya ia tanggalkan, ya itu tugas kita sebagai pasangannya untuk kembali mengingatkannya, atau sekedar menegurnya. Bukan malah mengambil jalan pintas dengan meninggalkannya.
Lebih baik berjalan dengan mantan orang nakal dibanding mantan orang baik. Setidaknya orang nakal itu masih memikirkan jalan mana yang harusnya ia ambil untuk kembali menjadi lebih baik. Nah bagaimana dengan orang baik yang memilih menjadi lebih nakal? Saya sampai sekarang belum punya teori tentang itu.
Saya pernah ditanyai soal kenapa ingin memberi harapan kepada orang yang tidak seharusnya diberi kesempatan. Untuk menjawabnya, saya perlu diam beberapa waktu. Bukan memikirkan jawaban bijak yang akan saya berikan. Saya hanya ingin tahu, apakah langkah saya ini sudah benar? Memberikan kesempatan kepada orang yang menurut kebanyakan orang tidak pantas.
Dan sekitar lima menit memilih diam, saya hanya bertanya kembali kepada teman saya itu, “Kamu pernah mau berubah? Mengubah kebiasaan tidak baikmu menjadi lebih baik maksud saya.”
Dia mengernyitkan dahinya, bingung dengan pertanyaan saya. Tapi dia dengan sigap menganggukkan kepalanya.
“Lantas dalam perubahanmu itu mana yang lebih kamu pilih, berubah sendiri atau berubah dan ditemani dengan orang yang sudah lebih baik menurutmu?”
Ia diam. Lama sekali. Sampai saya menghabiskan makanan saya, dia masih belum bisa menjawab.
Saya memutuskan mendahuluinya, “Kalau saya pribadi, saya lebih memilih berubah dan ditemani dengan orang yang sudah lebih baik dari saya. Jelas jawabannya karena saya butuh dia untuk tahu apa yang saya perbuat ini sudah baik atau belum. Sudah seharusnya atau malah tidak seharusnya. Atau sederhananya, dengan adanya dia, saya lebih semangat dalam memperbarui diri saya sendiri agar memang pantas bersanding dengan dia yang sudah jauh lebih baik dari saya.”
Teman saya terdiam, dan setelah itu dia tersenyum, “Iya ya, lebih baik berubah dan ditemani dengan orang yang menurut kita sudah jauh lebih baik dari kita sendiri.”

Saya hanya balas tersenyum dan berbisik, “Mudah-mudahan, kita tidak pernah salah memberi kesempatan kepada orang yang benar-benar ingin berubah.” 

Senin, 21 September 2015

Berbicara Soal Pasangan

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Senin, September 21, 2015 0 komentar
“Don’t go looking for Mr. Right, look for Mr. Right-now. And eventually, if he’s worthy, then one day that ‘now’ part is just going to drop away. Naturally.”- Fly Me to The Sky

Seperti apa yang kamu mau?
Ganteng?
Pintar?
Tajir?
Atau yang benar-benar sempurna?

Hey, kamu cari pasangan apa cari paket super lengkap seperti yang ada di restoran restoran cepat saji? Memang benar ya manusia tidak pernah punya rasa puas yang cukup. Setelah dapat satu, ingin dapat dua. Setelah dapat dua, ingin dapat tiga dan begitu seterusnya sampai ia yakin bahwa semua yang ia inginkan benar-benar terwujud. Totally wrong. Life is when everything is not going as you plan it, Gaes
Coba lihat kembali daftar kriteria pasangan yang kalian inginkan. Saya yakin, setelah kalian menemukan seseorang dengan semua kriteria tersebut, kalian bukannya malah puas tetapi sebaliknya, merasa bosan.
Kenapa?
Karena pasangan menurut saya bukanlah checklist dari apa yang selama ini kita impikan. Bukan seperti pemain ftv kesukaan saya dan bukan juga seperti karakter yang ada dalam novel-novel roman picisan yang banyak beredar.
Pasangan menurut saya bukanlah yang membuat saya bahagia karena apa yang ia miliki adalah tidak lain dari yang selama ini saya cari. Bukan.
Bukan juga yang sengaja memunculkan kriteria kriteria impian saya hanya karena ia ingin membuat saya bangga telah memilihnya.
Lalu pasangan itu seperti apa?
Sebelum saya menjawab, pernahkah terpikir bahwa pasangan adalah tak lain seperti potongan-potongan puzzle? Kalian pasti tahu kan puzzle seperti apa? Setiap bagiannya punya sudut yang berbeda dari potongan puzzle yang lain. Dibuat seperti itu bukanlah tanpa tujuan melainkan agar mempermudah orang yang memainkannya untuk memasangkannya, karena sebenarnya, semakin mirip sudut-sudut yang dimiliki dari potongan-potongan puzzle tersebut, maka semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk dipasangkan. Begitu pula halnya dengan pasangan. Semakin mirip kamu dengan pasanganmu semakin jauh pula kalian dari kata cocok. 
Semakin bingung ya? Oke, lanjut saja.
Menurut saya, pasangan tidak perlu seganteng Rio Dewanto atau se-charming Adam Levine. Cukup yang membuatmu tersenyum saat melihatnya, atau cukuplah yang bisa membuatmu berani menatapnya berlama-lama tanpa rasa bosan. Lagipula makin ke sini, yang ganteng pun seringnya suka sama yang ganteng pula. *ups*
Pintar? Menurut saya dan beberapa orang lainnya, ketika seseorang tersebut taqwa, pastilah dia pintar. Sebab, dia selalu ingat bahwa salah satu amalan yang tidak akan putus hingga akhir zaman adalah “ilmu yang bermanfaat”. Jadi, cukup mencari dia yang taqwa, sebab soal kepintaran dan sebagainya sudah pasti ada dalam dirinya kalau dia benar-benar orang yang taqwa.
Menurut saya, pasangan tidak perlu tajir. Sebab yang ‘berlebih’ kadang bukannya mendatangkan kebahagiaan malah sebaliknya. Cari saja pasangan yang rejekinya selalu dicukupkan, setidaknya cukup untuk membuatmu bahagia tanpa lupa bersyukur lebih sering lagi.
Lantas bagaimana dengan pasangan yang sempurna?
Kalian tahu arti sempurna? Sempurna adalah ketika Sylvester makan Tweety. Begitu dia berhasil menyantap si burung kuning itu, maka semua perjuangan selesai, dan usahan itu berakhir sempurna. Saat semuanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul, gak?
Lagi pula untuk apa selalu mencari yang sempurna padahal kita sudah hapal betul bahwa di dunia ini kesempurnaan hanya milik Tuhan. Selebihnya adalah usaha saling menyempurnakan satu sama lain. Begitu pun halnya dengan pasangan. Dia cuek, ya berarti kamu yang harusnya sedikit lebih aktif. Kamu gampang marah, ya berarti dia yang harusnya lebih sabar.  Setelah yang seperti itu terpenuhi, kalian dengan sendirinya akan merasa sempurna tanpa mempedulikan apakah masing-masing dari kalian memang memiliki kriteria sempurna seperti kebanyakan ftv dan novel-novel percintaan lainnya.
Secara pribadi, saya lebih butuh pasangan yang setia. Sebab, sampai hari ini saya masih belajar untuk hal (sulit) yang satu itu dan membutuhkan orang yang lebih dulu bisa setia agar kelak ia bisa membuat saya bertahan meski tahu di depan sana akan selalu ada kebahagiaan lain yang belum pernah kita cicipi. Karena pada akhirnya, saya perlu hidup dengan orang yang selalu menemani saat hidup sedang sempit-sempitnya. Dan tetap mencintai saya setelah ada banyak kekecewaan dan rasa sakit yang muncul di antara saya dan dia.
Kenapa harus yang setia? Sebab nantinya, menikah bukanlah perihal kamu dan dia saja. Tapi juga perihal anak-anakmu kelak. Maka dari itu, hiduplah dengan orang yang benar-benar ingin tumbuh lebih baik denganmu. Dengan orang yang setia berjalan di sisimu karena ia tahu, perempuan selalu butuh perlindungan dan teman berbagi yang selalu ada.

Pasangan bukan orang yang hanya sehari atau dua hari menemani, tetapi kalau bisa dan diijinkan, pasangan adalah orang yang selamanya akan menjadi teman berbagi pahala dan dosa di dunia dan di akhirat kelak. Pasangan adalah orang yang membuatmu berhenti mengeluh tentang sulitnya hidup, karena kamu sadar bahwa selama kamu punya dia, kesulitan itu tak cukup kuat untuk membunuh semangatmu. Pasangan adalah orang selalu bisa membuatmu bahagia walau hanya dalam bentuk  peluk juga kecup di sela sela kesibukannya yang seabrek.“Don’t go looking for Mr. Right, look for Mr. Right-now. And eventually, if he’s worthy, then one day that ‘now’ part is just going to drop away. Naturally.”- Fly Me to The Sky

Seperti apa yang kamu mau?
Ganteng?
Pintar?
Tajir?
Atau yang benar-benar sempurna?
Hey, kamu cari pasangan apa cari paket super lengkap seperti yang ada di restoran restoran cepat saji? Memang benar ya manusia tidak pernah punya rasa puas yang cukup. Setelah dapat satu, ingin dapat dua. Setelah dapat dua, ingin dapat tiga dan begitu seterusnya sampai ia yakin bahwa semua yang ia inginkan benar-benar terwujud. Totally wrong. Life is when everything is not going as you plan it, Gaes. \
Coba lihat kembali daftar kriteria pasangan yang kalian inginkan. Saya yakin, setelah kalian menemukan seseorang dengan semua kriteria tersebut, kalian bukannya malah puas tetapi sebaliknya, merasa bosan.
Kenapa?
Karena pasangan menurut saya bukanlah checklist dari apa yang selama ini kita impikan. Bukan seperti pemain ftv kesukaan saya dan bukan juga seperti karakter yang ada dalam novel-novel roman picisan yang banyak beredar.
Pasangan menurut saya bukanlah yang membuat saya bahagia karena apa yang ia miliki adalah tidak lain dari yang selama ini saya cari. Bukan.
Bukan juga yang sengaja memunculkan kriteria kriteria impian saya hanya karena ia ingin membuat saya bangga telah memilihnya.
Lalu pasangan itu seperti apa?
Sebelum saya menjawab, pernahkah terpikir bahwa pasangan adalah tak lain seperti potongan-potongan puzzle? Kalian pasti tahu kan puzzle seperti apa? Setiap bagiannya punya sudut yang berbeda dari potongan puzzle yang lain. Dibuat seperti itu bukanlah tanpa tujuan melainkan agar mempermudah orang yang memainkannya untuk memasangkannya, karena sebenarnya, semakin mirip sudut-sudut yang dimiliki dari potongan-potongan puzzle tersebut, maka semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk dipasangkan. Begitu pula halnya dengan pasangan. Semakin mirip kamu dengan pasanganmu semakin jauh pula kalian dari kata cocok. Semakin bingung ya? Oke, lanjut saja.
Menurut saya, pasangan tidak perlu seganteng Rio Dewanto atau se-charming Adam Levine. Cukup yang membuatmu tersenyum saat melihatnya, atau cukuplah yang bisa membuatmu berani menatapnya berlama-lama tanpa rasa bosan. Lagipula makin ke sini, yang ganteng pun seringnya suka sama yang ganteng pula. *ups*
Pintar? Menurut saya dan beberapa orang lainnya, ketika seseorang tersebut taqwa, pastilah dia pintar. Sebab, dia selalu ingat bahwa salah satu amalan yang tidak akan putus hingga akhir zaman adalah “ilmu yang bermanfaat”. Jadi, cukup mencari dia yang taqwa, sebab soal kepintaran dan sebagainya sudah pasti ada dalam dirinya kalau dia benar-benar orang yang taqwa.
Menurut saya, pasangan tidak perlu tajir. Sebab yang ‘berlebih’ kadang bukannya mendatangkan kebahagiaan malah sebaliknya. Cari saja pasangan yang rejekinya selalu dicukupkan, setidaknya cukup untuk membuatmu bahagia tanpa lupa bersyukur lebih sering lagi.
Lantas bagaimana dengan pasangan yang sempurna?
Kalian tahu arti sempurna? Sempurna adalah ketika Sylvester makan Tweety. Begitu dia berhasil menyantap si burung kuning itu, maka semua perjuangan selesai, dan usahan itu berakhir sempurna. Saat semuanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul, gak?
Lagi pula untuk apa selalu mencari yang sempurna padahal kita sudah hapal betul bahwa di dunia ini kesempurnaan hanya milik Tuhan. Selebihnya adalah usaha saling menyempurnakan satu sama lain. Begitu pun halnya dengan pasangan. Dia cuek, ya berarti kamu yang harusnya sedikit lebih aktif. Kamu gampang marah, ya berarti dia yang harusnya lebih sabar.  Setelah yang seperti itu terpenuhi, kalian dengan sendirinya akan merasa sempurna tanpa mempedulikan apakah masing-masing dari kalian memang memiliki kriteria sempurna seperti kebanyakan ftv dan novel-novel percintaan lainnya.
Secara pribadi, saya lebih butuh pasangan yang setia. Sebab, sampai hari ini saya masih belajar untuk hal (sulit) yang satu itu dan membutuhkan orang yang lebih dulu bisa setia agar kelak ia bisa membuat saya bertahan meski tahu di depan sana akan selalu ada kebahagiaan lain yang belum pernah kita cicipi. Karena pada akhirnya, saya perlu hidup dengan orang yang selalu menemani saat hidup sedang sempit-sempitnya. Dan tetap mencintai saya setelah ada banyak kekecewaan dan rasa sakit yang muncul di antara saya dan dia.
Kenapa harus yang setia? Sebab nantinya, menikah bukanlah perihal kamu dan dia saja. Tapi juga perihal anak-anakmu kelak. Maka dari itu, hiduplah dengan orang yang benar-benar ingin tumbuh lebih baik denganmu. Dengan orang yang setia berjalan di sisimu karena ia tahu, perempuan selalu butuh perlindungan dan teman berbagi yang selalu ada.
Pasangan bukan orang yang hanya sehari atau dua hari menemani, tetapi kalau bisa dan diijinkan, pasangan adalah orang yang selamanya akan menjadi teman berbagi pahala dan dosa di dunia dan di akhirat kelak. Pasangan adalah orang yang membuatmu berhenti mengeluh tentang sulitnya hidup, karena kamu sadar bahwa selama kamu punya dia, kesulitan itu tak cukup kuat untuk membunuh semangatmu. Pasangan adalah orang selalu bisa membuatmu bahagia walau hanya dalam bentuk  peluk juga kecup di sela sela kesibukannya yang seabrek. 
 

Ratu Faradhibah Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei