Minggu, 27 September 2015

Perihal Pantas atau Tidak Pantas........

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Minggu, September 27, 2015 0 komentar
“This is our time, forget the past
It’s our time we could make it last”—“Our Time,”-Secondhand Serenade

Semua orang berhak memiliki masa lalu, tidak peduli seindah atau sekelam apa pun itu. Tapi semua orang juga berhak memiliki rasa ingin mengubah masa lalu mereka. Hal ini yang sering menjadi bahan yang diperdebatkan oleh orang banyak; pantas atau tidaknya orang dengan masa lalu yang paling buruk sekalipun mendapatkan kesempatan emas dari kita; orang dengan masa lalu yang biasa biasa saja.
Awalnya saya seperti orang kebanyakan yang tidak setuju kalau orang dengan masa lalu buruknya itu mendapatkan kesempatan emas dari orang yang menurut saya hampir sempurna, maksudnya catatan masa lalunya ya biasa-biasa saja. Jelas saja itu tidak akan pernah adil, kan? Tetapi, makin ke sini dengan umur yang tentunya lebih menuntun ke arah yang lebih dewasa, saya sadar bahwa semua orang punya kesempatan, yang ada kadang hanyalah mereka yang tidak ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk benar benar memberikan sisi terbaik yang mereka punya.
Seorang teman laki-laki pernah mengatakan suatu hal pada saya, singkatnya seperti ini, “Percaya deh, se-brengsek apa pun orang itu, akan ada waktu di mana dia merasa ingin menata hidup lebih serius dengan orang yang benar-benar paling baik menurutnya. Dan kalau saat itu sudah tiba, preman pasar akan berubah menjadi tipe calon pasangan idaman. Hahahaha.”
Dari situ, saya semakin sadar kalau perubahan itu memang benar adanya. Tidak peduli dengan siapa ia berhadapan, mau itu dengan orang yang paling nakal sekalipun atau yaa dengan orang yang paling jahat menurut kita. Dan masa lalu bukanlah sebuah hal yang seharusnya menjadi penghalang bagi orang yang ingin berubah untuk mendapatkan partner yang akan membantunya berubah sedikit demi sedikit.
Tapi bagaimana kalau perubahan atau perkataannya itu bersifat sementara?
Ini yang menjadi masalah selanjutnya. Tetapi lama kelamaan saya berpikir bahwa manusia memang hobi hidup dengan prasangka prasangka yang kebenarannya belum bisa dipastikan. Untuk apa memikirkan hal yang belum tentu terjadi? Untuk apa menyibukkan diri melahirkan pikiran negative pada seseorang hanya karena kita tahu bahwa orang itu dulunya seperti apa, misalnya dia nakal, dia suka bohong dsb. Kalau pun memang di kemudian hari orang itu kembali melakukan hal-hal yang sudah seharusnya ia tanggalkan, ya itu tugas kita sebagai pasangannya untuk kembali mengingatkannya, atau sekedar menegurnya. Bukan malah mengambil jalan pintas dengan meninggalkannya.
Lebih baik berjalan dengan mantan orang nakal dibanding mantan orang baik. Setidaknya orang nakal itu masih memikirkan jalan mana yang harusnya ia ambil untuk kembali menjadi lebih baik. Nah bagaimana dengan orang baik yang memilih menjadi lebih nakal? Saya sampai sekarang belum punya teori tentang itu.
Saya pernah ditanyai soal kenapa ingin memberi harapan kepada orang yang tidak seharusnya diberi kesempatan. Untuk menjawabnya, saya perlu diam beberapa waktu. Bukan memikirkan jawaban bijak yang akan saya berikan. Saya hanya ingin tahu, apakah langkah saya ini sudah benar? Memberikan kesempatan kepada orang yang menurut kebanyakan orang tidak pantas.
Dan sekitar lima menit memilih diam, saya hanya bertanya kembali kepada teman saya itu, “Kamu pernah mau berubah? Mengubah kebiasaan tidak baikmu menjadi lebih baik maksud saya.”
Dia mengernyitkan dahinya, bingung dengan pertanyaan saya. Tapi dia dengan sigap menganggukkan kepalanya.
“Lantas dalam perubahanmu itu mana yang lebih kamu pilih, berubah sendiri atau berubah dan ditemani dengan orang yang sudah lebih baik menurutmu?”
Ia diam. Lama sekali. Sampai saya menghabiskan makanan saya, dia masih belum bisa menjawab.
Saya memutuskan mendahuluinya, “Kalau saya pribadi, saya lebih memilih berubah dan ditemani dengan orang yang sudah lebih baik dari saya. Jelas jawabannya karena saya butuh dia untuk tahu apa yang saya perbuat ini sudah baik atau belum. Sudah seharusnya atau malah tidak seharusnya. Atau sederhananya, dengan adanya dia, saya lebih semangat dalam memperbarui diri saya sendiri agar memang pantas bersanding dengan dia yang sudah jauh lebih baik dari saya.”
Teman saya terdiam, dan setelah itu dia tersenyum, “Iya ya, lebih baik berubah dan ditemani dengan orang yang menurut kita sudah jauh lebih baik dari kita sendiri.”

Saya hanya balas tersenyum dan berbisik, “Mudah-mudahan, kita tidak pernah salah memberi kesempatan kepada orang yang benar-benar ingin berubah.” 

Senin, 21 September 2015

Berbicara Soal Pasangan

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Senin, September 21, 2015 0 komentar
“Don’t go looking for Mr. Right, look for Mr. Right-now. And eventually, if he’s worthy, then one day that ‘now’ part is just going to drop away. Naturally.”- Fly Me to The Sky

Seperti apa yang kamu mau?
Ganteng?
Pintar?
Tajir?
Atau yang benar-benar sempurna?

Hey, kamu cari pasangan apa cari paket super lengkap seperti yang ada di restoran restoran cepat saji? Memang benar ya manusia tidak pernah punya rasa puas yang cukup. Setelah dapat satu, ingin dapat dua. Setelah dapat dua, ingin dapat tiga dan begitu seterusnya sampai ia yakin bahwa semua yang ia inginkan benar-benar terwujud. Totally wrong. Life is when everything is not going as you plan it, Gaes
Coba lihat kembali daftar kriteria pasangan yang kalian inginkan. Saya yakin, setelah kalian menemukan seseorang dengan semua kriteria tersebut, kalian bukannya malah puas tetapi sebaliknya, merasa bosan.
Kenapa?
Karena pasangan menurut saya bukanlah checklist dari apa yang selama ini kita impikan. Bukan seperti pemain ftv kesukaan saya dan bukan juga seperti karakter yang ada dalam novel-novel roman picisan yang banyak beredar.
Pasangan menurut saya bukanlah yang membuat saya bahagia karena apa yang ia miliki adalah tidak lain dari yang selama ini saya cari. Bukan.
Bukan juga yang sengaja memunculkan kriteria kriteria impian saya hanya karena ia ingin membuat saya bangga telah memilihnya.
Lalu pasangan itu seperti apa?
Sebelum saya menjawab, pernahkah terpikir bahwa pasangan adalah tak lain seperti potongan-potongan puzzle? Kalian pasti tahu kan puzzle seperti apa? Setiap bagiannya punya sudut yang berbeda dari potongan puzzle yang lain. Dibuat seperti itu bukanlah tanpa tujuan melainkan agar mempermudah orang yang memainkannya untuk memasangkannya, karena sebenarnya, semakin mirip sudut-sudut yang dimiliki dari potongan-potongan puzzle tersebut, maka semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk dipasangkan. Begitu pula halnya dengan pasangan. Semakin mirip kamu dengan pasanganmu semakin jauh pula kalian dari kata cocok. 
Semakin bingung ya? Oke, lanjut saja.
Menurut saya, pasangan tidak perlu seganteng Rio Dewanto atau se-charming Adam Levine. Cukup yang membuatmu tersenyum saat melihatnya, atau cukuplah yang bisa membuatmu berani menatapnya berlama-lama tanpa rasa bosan. Lagipula makin ke sini, yang ganteng pun seringnya suka sama yang ganteng pula. *ups*
Pintar? Menurut saya dan beberapa orang lainnya, ketika seseorang tersebut taqwa, pastilah dia pintar. Sebab, dia selalu ingat bahwa salah satu amalan yang tidak akan putus hingga akhir zaman adalah “ilmu yang bermanfaat”. Jadi, cukup mencari dia yang taqwa, sebab soal kepintaran dan sebagainya sudah pasti ada dalam dirinya kalau dia benar-benar orang yang taqwa.
Menurut saya, pasangan tidak perlu tajir. Sebab yang ‘berlebih’ kadang bukannya mendatangkan kebahagiaan malah sebaliknya. Cari saja pasangan yang rejekinya selalu dicukupkan, setidaknya cukup untuk membuatmu bahagia tanpa lupa bersyukur lebih sering lagi.
Lantas bagaimana dengan pasangan yang sempurna?
Kalian tahu arti sempurna? Sempurna adalah ketika Sylvester makan Tweety. Begitu dia berhasil menyantap si burung kuning itu, maka semua perjuangan selesai, dan usahan itu berakhir sempurna. Saat semuanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul, gak?
Lagi pula untuk apa selalu mencari yang sempurna padahal kita sudah hapal betul bahwa di dunia ini kesempurnaan hanya milik Tuhan. Selebihnya adalah usaha saling menyempurnakan satu sama lain. Begitu pun halnya dengan pasangan. Dia cuek, ya berarti kamu yang harusnya sedikit lebih aktif. Kamu gampang marah, ya berarti dia yang harusnya lebih sabar.  Setelah yang seperti itu terpenuhi, kalian dengan sendirinya akan merasa sempurna tanpa mempedulikan apakah masing-masing dari kalian memang memiliki kriteria sempurna seperti kebanyakan ftv dan novel-novel percintaan lainnya.
Secara pribadi, saya lebih butuh pasangan yang setia. Sebab, sampai hari ini saya masih belajar untuk hal (sulit) yang satu itu dan membutuhkan orang yang lebih dulu bisa setia agar kelak ia bisa membuat saya bertahan meski tahu di depan sana akan selalu ada kebahagiaan lain yang belum pernah kita cicipi. Karena pada akhirnya, saya perlu hidup dengan orang yang selalu menemani saat hidup sedang sempit-sempitnya. Dan tetap mencintai saya setelah ada banyak kekecewaan dan rasa sakit yang muncul di antara saya dan dia.
Kenapa harus yang setia? Sebab nantinya, menikah bukanlah perihal kamu dan dia saja. Tapi juga perihal anak-anakmu kelak. Maka dari itu, hiduplah dengan orang yang benar-benar ingin tumbuh lebih baik denganmu. Dengan orang yang setia berjalan di sisimu karena ia tahu, perempuan selalu butuh perlindungan dan teman berbagi yang selalu ada.

Pasangan bukan orang yang hanya sehari atau dua hari menemani, tetapi kalau bisa dan diijinkan, pasangan adalah orang yang selamanya akan menjadi teman berbagi pahala dan dosa di dunia dan di akhirat kelak. Pasangan adalah orang yang membuatmu berhenti mengeluh tentang sulitnya hidup, karena kamu sadar bahwa selama kamu punya dia, kesulitan itu tak cukup kuat untuk membunuh semangatmu. Pasangan adalah orang selalu bisa membuatmu bahagia walau hanya dalam bentuk  peluk juga kecup di sela sela kesibukannya yang seabrek.“Don’t go looking for Mr. Right, look for Mr. Right-now. And eventually, if he’s worthy, then one day that ‘now’ part is just going to drop away. Naturally.”- Fly Me to The Sky

Seperti apa yang kamu mau?
Ganteng?
Pintar?
Tajir?
Atau yang benar-benar sempurna?
Hey, kamu cari pasangan apa cari paket super lengkap seperti yang ada di restoran restoran cepat saji? Memang benar ya manusia tidak pernah punya rasa puas yang cukup. Setelah dapat satu, ingin dapat dua. Setelah dapat dua, ingin dapat tiga dan begitu seterusnya sampai ia yakin bahwa semua yang ia inginkan benar-benar terwujud. Totally wrong. Life is when everything is not going as you plan it, Gaes. \
Coba lihat kembali daftar kriteria pasangan yang kalian inginkan. Saya yakin, setelah kalian menemukan seseorang dengan semua kriteria tersebut, kalian bukannya malah puas tetapi sebaliknya, merasa bosan.
Kenapa?
Karena pasangan menurut saya bukanlah checklist dari apa yang selama ini kita impikan. Bukan seperti pemain ftv kesukaan saya dan bukan juga seperti karakter yang ada dalam novel-novel roman picisan yang banyak beredar.
Pasangan menurut saya bukanlah yang membuat saya bahagia karena apa yang ia miliki adalah tidak lain dari yang selama ini saya cari. Bukan.
Bukan juga yang sengaja memunculkan kriteria kriteria impian saya hanya karena ia ingin membuat saya bangga telah memilihnya.
Lalu pasangan itu seperti apa?
Sebelum saya menjawab, pernahkah terpikir bahwa pasangan adalah tak lain seperti potongan-potongan puzzle? Kalian pasti tahu kan puzzle seperti apa? Setiap bagiannya punya sudut yang berbeda dari potongan puzzle yang lain. Dibuat seperti itu bukanlah tanpa tujuan melainkan agar mempermudah orang yang memainkannya untuk memasangkannya, karena sebenarnya, semakin mirip sudut-sudut yang dimiliki dari potongan-potongan puzzle tersebut, maka semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk dipasangkan. Begitu pula halnya dengan pasangan. Semakin mirip kamu dengan pasanganmu semakin jauh pula kalian dari kata cocok. Semakin bingung ya? Oke, lanjut saja.
Menurut saya, pasangan tidak perlu seganteng Rio Dewanto atau se-charming Adam Levine. Cukup yang membuatmu tersenyum saat melihatnya, atau cukuplah yang bisa membuatmu berani menatapnya berlama-lama tanpa rasa bosan. Lagipula makin ke sini, yang ganteng pun seringnya suka sama yang ganteng pula. *ups*
Pintar? Menurut saya dan beberapa orang lainnya, ketika seseorang tersebut taqwa, pastilah dia pintar. Sebab, dia selalu ingat bahwa salah satu amalan yang tidak akan putus hingga akhir zaman adalah “ilmu yang bermanfaat”. Jadi, cukup mencari dia yang taqwa, sebab soal kepintaran dan sebagainya sudah pasti ada dalam dirinya kalau dia benar-benar orang yang taqwa.
Menurut saya, pasangan tidak perlu tajir. Sebab yang ‘berlebih’ kadang bukannya mendatangkan kebahagiaan malah sebaliknya. Cari saja pasangan yang rejekinya selalu dicukupkan, setidaknya cukup untuk membuatmu bahagia tanpa lupa bersyukur lebih sering lagi.
Lantas bagaimana dengan pasangan yang sempurna?
Kalian tahu arti sempurna? Sempurna adalah ketika Sylvester makan Tweety. Begitu dia berhasil menyantap si burung kuning itu, maka semua perjuangan selesai, dan usahan itu berakhir sempurna. Saat semuanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul, gak?
Lagi pula untuk apa selalu mencari yang sempurna padahal kita sudah hapal betul bahwa di dunia ini kesempurnaan hanya milik Tuhan. Selebihnya adalah usaha saling menyempurnakan satu sama lain. Begitu pun halnya dengan pasangan. Dia cuek, ya berarti kamu yang harusnya sedikit lebih aktif. Kamu gampang marah, ya berarti dia yang harusnya lebih sabar.  Setelah yang seperti itu terpenuhi, kalian dengan sendirinya akan merasa sempurna tanpa mempedulikan apakah masing-masing dari kalian memang memiliki kriteria sempurna seperti kebanyakan ftv dan novel-novel percintaan lainnya.
Secara pribadi, saya lebih butuh pasangan yang setia. Sebab, sampai hari ini saya masih belajar untuk hal (sulit) yang satu itu dan membutuhkan orang yang lebih dulu bisa setia agar kelak ia bisa membuat saya bertahan meski tahu di depan sana akan selalu ada kebahagiaan lain yang belum pernah kita cicipi. Karena pada akhirnya, saya perlu hidup dengan orang yang selalu menemani saat hidup sedang sempit-sempitnya. Dan tetap mencintai saya setelah ada banyak kekecewaan dan rasa sakit yang muncul di antara saya dan dia.
Kenapa harus yang setia? Sebab nantinya, menikah bukanlah perihal kamu dan dia saja. Tapi juga perihal anak-anakmu kelak. Maka dari itu, hiduplah dengan orang yang benar-benar ingin tumbuh lebih baik denganmu. Dengan orang yang setia berjalan di sisimu karena ia tahu, perempuan selalu butuh perlindungan dan teman berbagi yang selalu ada.
Pasangan bukan orang yang hanya sehari atau dua hari menemani, tetapi kalau bisa dan diijinkan, pasangan adalah orang yang selamanya akan menjadi teman berbagi pahala dan dosa di dunia dan di akhirat kelak. Pasangan adalah orang yang membuatmu berhenti mengeluh tentang sulitnya hidup, karena kamu sadar bahwa selama kamu punya dia, kesulitan itu tak cukup kuat untuk membunuh semangatmu. Pasangan adalah orang selalu bisa membuatmu bahagia walau hanya dalam bentuk  peluk juga kecup di sela sela kesibukannya yang seabrek. 

Minggu, 20 September 2015

Di Antara Kehilangan dan Kebahagiaan

Diposting oleh Ratu Nur Faradhibah di Minggu, September 20, 2015 0 komentar
Bagaimana rasanya kehilangan setelah sekian lama hidup dalam kebahagiaan?
Bagaimana rasanya kebahagiaan itu setelah sekian lama hidup dalam cengkraman kehilangan?
Semua punya rasa yang berbeda.
Dan saya sadar, ternyata Tuhan selalu menyisipkan kebahagiaan entah sekecil apa pun itu di setiap perasaan sakit yang kita alami, termasuk saat kehilangan.
Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Buktinya, kita sudah ‘saling’. Saling memahami, saling mencintai, saling menyayangi, saling mengerti, tapi sayang kita belum cukup saling meyakinkan hati masing-masing agar terus bertahan di tengah terpaan angin yang menghampiri. Bukan kamu yang gagal, bukan juga saya. Ada hal lain yang terlupakan dari masing-masing kita bahwa setiap pertemuan selalu mengantar kita pada perpisahan-perpisahan yang baru. Dan itulah yang terjadi. Dari awal, kita mungkin kurang menyiapkan diri bahwa bisa saja kelak kita akan berpisah tanpa peduli hal yang mendasari perpisahan. Dari awal, kita terlalu sibuk merancang bagian-bagian yang membuat kita bahagia saja tanpa menyadari bahwa hidup selalu adil, di mana ada bahagia di situ pun ada kesedihan. Hingga sampai bagian di mana kita memang benar-benar memutuskan untuk tidak lagi diiringi dan beriiringan, tidak lagi saling menggenggam dan menyemangati. Sedih. Kecewa. Marah. Semua itu adalah lumrah adanya. Dua tahun bukanlah waktu yang mudah untuk saling menyelami satu sama lain hingga harus diakhiri karena mungkin alasan yang menurutmu konyol. Saya pun sempat menitikkan air mata ketika keputusan itu terlontar. Mendadak rekaman rekaman yang telah kita lewati terputar ulang kembali, membuat saya bertanya, “Sudah benarkah yang saya putuskan ini? Apa saya tidak akan menyesal?” tetapi saya lagi-lagi sadar bahwa hidup adalah soal mengambil keputusan dan menjalani resikonya. Oleh karena itu, sekali saya melangkah, saya harus bisa kuat menghadapi apa yang aka nada di depan sana.
Hari ini, saya kembali merenung tentang segalanya. Ternyata kita tidak berpisah untuk merasakan kehilangan, tetapi untuk merasakan kebahagiaan yang baru. Kamu dengan usaha yang gigih untuk menyelesaikan studimu dan saya dengan usaha dan semangat yang baru untuk kuliah dan mengusahakan apa yang saya inginkan. Bukankah itu sebuah kebahagiaan jika nantinya masing-masing dari kita mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan? Saya harap seperti itu sebab untuk merasa baik-baik saja, kita harus melewati fase ketidak baik-baik-an, dan kehilangan merupakan salah satu dari fase tersebut.
Terima kasih untuk dua tahun yang tidak terbayar ini.
Terima kasih untuk semua yang pernah kita lewati dan kita perjuangkan sama-sama.
Bukan salah kita kalau hari ini ternyata apa yang kita lewati itu tidak cukup menguatkan kita untuk terus bersama. Sebab, sepertinya akan selalu ada kebahagiaan lain yang disiapkan untuk kita masing-masing.


 

Ratu Faradhibah Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei