Beberapa bulan setelah memilih jatuh cinta
kepadamu lagi, ada satu hal yang kusadari bahwa kita serupa angka satu yang
diam-diam saling memilih untuk berubah menjadi dua dengan cara bersama. Bahwa kemarin,
ketika kita saling berjauhan, ada satu hal yang pasti bahwa soal perasaan,
manusia hanyalah objeknya dan kehilangan adalah pelengkap. Setelah kehilangan
mendera, perlahan kuketahui bahwa kita tak pernah benar-benar saling
melepaskan. Kita hanya segelintir orang yang menjadikan kehilangan sementara
sebagai tempat untuk menemukan apa yang selama ini tidak kita miliki dalam
hubungan kita.
Rindu hari itu mungkin tak ubahnya seperti rumus
penggugat sepi. Menuntut hadirmu lagi yang belakangan kusadari adanya bahwa
denganmu, bahagia adalah apa yang kita putuskan untuk jalani, tanpa paksaan,
tanpa dibuat-buat. Bahwa denganmu, dihargai adalah ketika jemarimu bertaut
rapat dengan jemariku seolah-olah ingin menegaskan bahwa kamu tak pernah hilang
saat dunia menyudutkanku dengan segenap masalah yang ada.
Dan semenjak hari itu, kubiarkan hati memilih
yang mana yang pantas diajak bercengkrama hingga hari tua tiba. Berdua denganmu
memilih menyingkirkan kerikil-kerikil tajam yang tak pernah ada habisnya yang
akan terus menghalangi laju kita. Namun tak ada lagi ragu, sebab aku tahu
lenganmu adalah sumber kekuatanku. Lenganmu sepaket dengan pelukanmu yang
menggantikan kegetiran menjadi sebuah keyakinan bahwa bersama, cinta tak akan
ada ujungnya.
Di sisi lain, cinta butuh kepercayaan yang besar
hingga mungkin mampu meyakinkanmu bahwa bagi kita, jarak memang tak pantas
menjadi pihak ketiga diantara kita. Oleh karena itu kutulis catatan ini sepintas
saat sesal menghujam, menyentakkan kesadaranku bahwa harusnya cinta tak pernah
mengenal lelah, jenuh, dan sebagainya.
Sayang, percayalah, masalah itu akan selalu ada
sampai nanti ketika rumahku yang sesungguhnya bukan lagi hanya ayah dan ibu,
tapi juga ada kamu yang membutuhkanku untuk memasakkan makanan kesukaanmu atau
sekedar menyiapkan pakaian kerjamu. Tetapi, lagi-lagi harus kukatakan bahwa
semoga kita akan terus menyatu karena hanya kamu yang membuat hari-hariku
begitu menyita. Semoga kita akan terus saling beriringan karena hanya kamu yang
bisa memberitahu jalan mana yang harus kupilih di antara beberapa jalan yang
mungkin punya seribu ranjau berbahaya.
Setelah ini, tak dapat kupungkiri bahwa kamu
akan kembali pergi. Namun ada keyakinan yang terselip bahwa setelah kejadian
kemarin, kita bisa lebih kuat. Pergilah, bagai uap yang nantinya akan kembali
berupa hujan. Sirami rindu dengan air mata haru bukan dengan air mata kekesalan
atau air mata kejenuhan. Pupuklah rindu di hati yang akan menuntun kita menuju
masa depan yang selalu kita inginkan bukan hanya angankan. Percayalah,
sekuat-kuat hati mencari, ia akan selalu pulang ke rumah yang mampu berdiri
sendiri.